FOKUS SEJARAH – Kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, adalah kawasan yang kaya akan bangunan-bangunan bersejarah yang memiliki nilai tinggi.
Salah satu bangunan yang masih tersisa dan menjadi saksi sejarah kejayaan Kerajaan Banten Lama adalah Keraton Kaibon.
Bangunan yang berada di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen ini menjadi salah satu bangunan cagar budaya Provinsi Banten yang menyimpan cerita kejayaan Kerajaan Banten Lama.
Dibangun pada tahun 1815, Keraton Kaibon menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan yang menjadi pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah karena Sultan Syafiudin, Sultan Banten ke-21 saat itu masih berusia lima tahun.
Sejarah Keraton Kaibon
1. Pembangunan Keraton Kaibon
Keraton Kaibon dibangun pada tahun 1815 dan menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan yang menjadi pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah karena Sultan Syafiudin, Sultan Banten ke-21 saat itu masih berusia lima tahun.
2. Nama Kaibon
Nama Kaibon sendiri dipastikan diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat seperti ibu yang lembut lembut dan penuh kasih sayang.
3. Letak dan Fungsi Kanal
Keraton Kaibon dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara.
4. Gerbang Keraton Kaibon
Dibagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. Gerbang yang bergaya Jawa dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya. Gerbang ini disebut juga dengan sebutan gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton.
5. Ruang Utama Keraton
Ruang Utama keraton ini tidak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah itu sendiri. Dibangun dengan menjorok ke tanah, kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin ruangan. Ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dahulu dapat di isi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam ruangan.
6. Arsitektur Keraton Kaibon
Dibagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. Gerbang yang bergaya Jawa dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya. Gerbang ini disebut juga dengan sebutan gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton.
Ruang Utama keraton ini tidak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah itu sendiri. Dibangun dengan menjorok ke tanah, kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin ruangan. Ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dahulu dapat di isi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam ruangan.
Keraton yang berdiri di tanah seluas mencapai 4 hektar ini, dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Walaupun telah hancur, beberapa reruntuhan di keraton ini masih terlihat pondasi dan pilar-pilar yang utuh.
Salah satu yang terlihat jelas adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan masjid ini berada di sisi kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib.
Kehancuran Keraton Kaibon
Keraton Kaibon merupakan salah satu warisan sejarah yang penting bagi Provinsi Banten. Namun, sayangnya keraton ini harus mengalami kehancuran pada tahun 1832 oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Gubernur VOC saat itu, Jenderal Daendels.
Penyerangan ini dilakukan karena Sultan Syaifudin menolak untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan yang diminta oleh sang jenderal.
Bahkan, salah satu utusan jenderal yang bernama Du Puy dibunuh oleh sultan hingga kepalanya dipenggal dan dikembalikan kepada Jenderal Daendels. Marah besar, sang jenderal VOC kemudian menghancurkan Keraton Kaibon hingga hanya meninggalkan puing-puing yang tersisa sampai saat ini.
Meskipun hanya berupa reruntuhan dan pondasi bangunan, Keraton Kaibon tetap menjadi tujuan wisata yang populer di Provinsi Banten. Selain ingin melihat kejayaan Banten tempo dulu, keraton ini juga sering dijadikan latar belakang foto oleh para pengunjung dan pasangan muda karena arsitektur klasik dan artistiknya yang memukau.
Sekarang, selain menjadi objek wisata, Keraton Kaibon juga menjadi saksi bisu dari perjuangan rakyat Banten dalam melawan penjajah.
Puing-puing bangunan Keraton Kaibon juga menjadi saksi sejarah dari masa-masa kejayaan Banten yang pernah ada. Kehadiran Keraton Kaibon dapat menjadi pengingat bagi masyarakat Indonesia bahwa bangsa ini pernah memiliki kerajaan besar dan pernah memperjuangkan kemerdekaannya dari penjajah.