RANGKASBITUNG – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Banten telah menggelar Apel Siaga TPK (Tim Pendamping Keluarga) Bidan, Kader KB, Kader TP, dan TPK Provinsi Banten. Acara ini digelar di Gedung Sakinah Rangkasbitung, menjadi bukti penghargaan untuk upaya menurunkan angka stunting di Banten.
Penghargaan tersebut juga diraih oleh TPK dan unsur Forkompimda yang telah berperan aktif dalam mengatasi stunting. Drs. Sukaryo Teguh Santoso Mpd dari Deputi Adpin BKKBN RI, Emi Nurjasmi selaku Ketua IBI (Ikatan Bidan Indonesia), dan Rusman Effendi, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Banten, juga hadir dalam acara tersebut.
Sukaryo Teguh Santoso, Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (ADPIN) BKKBN RI, menyampaikan apresiasi kepada TPK yang telah berjuang keras untuk mengatasi angka stunting di daerah ini. Ia menegaskan bahwa penghargaan ini merupakan dukungan nyata terhadap kebijakan percepatan penurunan angka stunting.
Penurunan angka stunting merupakan prioritas nasional, terutama di daerah seperti Banten yang memiliki angka stunting yang tinggi. Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi, berharap pemerintah pusat akan menjadikan Lebak sebagai proyek pilot penanganan stunting di Banten dan nasional.
Ade Sumardi, yang juga Ketua Tim Percepatan Pengendalian Stunting Kabupaten Lebak, menyadari tantangan yang dihadapi di wilayahnya yang luas dengan jumlah penduduk mencapai 1,2 juta jiwa. Oleh karena itu, ia menggarisbawahi pentingnya peran semua pihak, termasuk ibu-ibu PKK, posyandu, bidan, dan pendamping lainnya dalam mengatasi stunting.
Tidak hanya itu, aparat penegak hukum seperti kepolisian, TNI, Kejari, dan Pengadilan Negeri juga turut terlibat sebagai Bapak dan Bunda Asuh Stunting di Lebak.
“Harus semua pihak yang terjun, dan harus dari hulu ditangani karena stunting bukanlah sebuah penyakit. Tapi adanya pola asuh yang salah, pola pemberian gizi yang salah sejak anak masih bayi, bahkan masih di dalam kandungan,” jelasnya.
Ade menekankan bahwa stunting bukanlah penyakit, melainkan akibat dari pola asuh dan gizi yang tidak tepat, bahkan sejak bayi. Penting untuk diingat bahwa stunting dapat memengaruhi anak-anak dari semua lapisan masyarakat, baik yang berasal dari keluarga miskin maupun kaya.
Oleh karena itu, kesadaran akan stunting harus ditanamkan sejak dini, sesuai dengan visi menuju Indonesia Emas pada tahun 2045 yang dicita-citakan Presiden.
“Karena di tahun 2045 mendatang atau sekitar 22 tahun lagi, anak-anak yang saat ini baru lahir atau yang balita sudah menjadi generasi emas yang bisa menjadikan bangsa ini maju dan disegani di dunia,” ujarnya.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Lebak, dr. Nurul, mencatat peningkatan jumlah anak yang mengalami stunting. Hasil penimbangan bulan Agustus tahun 2020 menunjukkan adanya peningkatan dibanding tahun 2019. Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, yang menghambat pertumbuhan fisik mereka.
“Jumlah stunting di Kabupaten Lebak pada bulan penimbangan Agustus 2020 sebanyak 9.583 anak atau sebesar 9,29 persen, terdiri atas balita pendek sebanyak 7.336 anak atau 7,12 persen dan sangat pendek sebanyak 2.247 anak atau sebesar 2,18 persen,” kata Nurul, kemarin.
Meskipun angka stunting di Lebak masih di bawah target nasional, Dinkes Lebak tetap berkomitmen untuk terus mengatasi masalah ini. Upaya penanganan stunting melibatkan berbagai sektor terkait dan perlu kerja sama dari semua pihak untuk mencapai tujuan tersebut.
Dengan semangat yang sama, pahlawan-pahlawan penurun angka stunting di Banten terus berjuang untuk masa depan generasi emas Indonesia.