Masjid Agung Banten: Jejak Sejarah dan Makam Sultan yang Menginspirasi

Banten
Banten

Masjid Agung Banten: Menelusuri Jejak Sejarah dan Kekayaan Budaya

Banten – Masjid Agung Banten, sebuah peninggalan bersejarah yang tak ternilai, menjadi saksi bisu kejayaan dan akulturasi budaya dalam kota kuno Banten. Dikenal sebagai masjid tertua di Indonesia, bangunan ini merupakan simbol nyata perpaduan beragam budaya yang melahirkan keajaiban arsitektur.

Akulturasi budaya itu sendiri berakar pada sejarah Banten sebagai sebuah pelabuhan maritim yang mendunia. Pada pertengahan abad ke-16, Banten telah menjadi pusat perdagangan internasional yang paling makmur di Indonesia. Seiring dengan itu, berbagai pedagang dari Gujarat, Arab, dan China memilih Banten sebagai tempat tujuan perdagangan mereka.

Tidaklah mengherankan jika Banten menjadi magnet bagi orang-orang dari berbagai belahan dunia. Interaksi yang terjalin antara masyarakat lokal dengan para pendatang ini pun berdampak besar terhadap kekayaan budaya Banten.

Di antara berbagai pengaruh budaya tersebut, agama Islam memiliki peranan yang paling signifikan. Islam menjadi agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Banten, bahkan Banten dijuluki sebagai pusat penyebaran agama Islam di masa lampau. Hingga kini, semangat religiusitas masih bersemayam di hati masyarakat Banten.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Masjid Agung Banten telah menjadi ikon dan lambang dari keberagaman Banten. Berdiri teguh sejak zaman kerajaan, masjid ini menjadi daya tarik bagi para wisatawan yang mencari pengalaman wisata religi dan sejarah yang memukau. Namun, sebelum Anda mengunjungi masjid ini, ada baiknya Anda mengenal lebih dalam tentangnya, seperti lokasinya yang strategis, sejarah panjangnya, arsitektur yang memukau, fasilitas yang tersedia, dan bahkan makam-makam bersejarah yang berada di sekitarnya.

Terletak di kota Serang, Masjid Agung Banten mempesona setiap mata yang melihatnya. Terbangun di atas lahan yang luas, masjid ini mencerminkan keagungan dan keelokan arsitektur masa lalu. Pada saat memasuki area masjid, Anda akan disambut dengan gemerlap keramik yang menghiasi langit-langit dengan desain yang begitu indah. Menara masjid menjulang tinggi dengan keanggunan dan menawarkan pemandangan menakjubkan dari kota Banten.

Tidak hanya keindahannya yang menawan, Masjid Agung Banten juga menyimpan sejarah yang memikat. Dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, masjid ini telah menyaksikan perjalanan sejarah Banten sejak puluhan tahun yang lalu. Berbagai perubahan dan perkembangan telah terjadi di sekitar masjid ini, menjadikannya saksi bisu bagi kehidupan masyarakat Banten.

Bentuk arsitektur Masjid Agung Banten merupakan perpaduan harmonis antara gaya arsitektur Islam

Lokasi Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten terletak di kawasan Kesultanan Banten, yang juga dikenal sebagai Banten Lama. Alamat pastinya berada di Jl. Komp. Masjid Agung Banten, Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten. Kawasan ini berjarak sekitar 10 kilometer di sebelah utara Kota Serang.

Akses menuju Masjid Agung Banten paling mudah dengan menggunakan kendaraan pribadi. Namun, jika Anda tidak memiliki kendaraan pribadi, Anda masih dapat mencapainya menggunakan transportasi umum seperti bus atau kereta api, dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot.

Perjalanan menuju Masjid Agung Banten akan memberikan Anda pengalaman yang tak terlupakan. Begitu tiba di lokasi, Anda akan disambut oleh kemegahan dan keindahan masjid ini. Bangunan megah ini memancarkan aura keagungan dari setiap sudutnya, memikat setiap mata yang memandang.

Menggunakan Kendaraan Pribadi

Dari arah Jakarta Anda bisa menggunakan jalan tol Jakarta – Merak. Ada dua pintu keluar yang bisa Anda pilih:

  1. Pintu tol Serang Timur. Setelah keluar dari pintu tol, putar balik sebelum Tugu Debus, lalu melalui Kota Serang Baru (KSB) dan kembali mengarah ke pintu tol Serang Timur. Namun sampai di perempatan sebelum pintu tol Serang Timur belok kiri ke jalan akses Tol Serang Timur.

Setelah melewati perempatan, sekitar 500 meter, belok kiri ke arah lampu merah Terondol. Terus lurus hingga melewati rel kereta, lalu tepat di depan vihara di Unyur, Kecamatan Kasemen, belok kanan menuju arah Karangantu. Setelah melewati jembatan Pelangi Sungai Cibanten belok kiri menuju kawasan Banten Lama.

  1. Pintul tol Serang Barat. Setelah keluar dari pintu tol, lajukan kendaraan ke arah Cilegon, lalu di depan Rumah Sakit Kurnia Kramatwatu putar balik. Setelah itu belok kiri menuju akses jalan menuju kawasan Banten Lama.

Menggunakan Kereta Api

Untuk mencapai Masjid Agung Banten Anda bisa menggunakan commuter line jurusan Rangkas Bitung dari Stasiun Tanah Abang, Jakarta. Setelah sampai di Rangkas Bitung, ganti kereta yang memiliki rute Rangkas Bitung – Merak, turun di Stasiun Karangantu.

Dari Stasiun Karangantu bisa menggunakan angkutan umum menuju kawasan Banten lama. Atau untuk lebih praktis Anda bisa menyewa jasa ojek atau memesan taksi online. Jarak ke kawasan Banten Lama dari Stasiun Karangantu tidak begitu jauh, hanya sekitar 3-4 kilometer.

Menggunakan Bus

Bagi Anda yang memilih menggunakan moda transportasi berupa bus, Anda bisa turun di Terminal Pakupatan atau Terminal Serang. Dari terminal gunakan angkutan umum ke arah Pasar Lama atau Pasar Rau. Dari Pasar Lama ganti angkutan umum jurusan Karangantu dan minta untuk mengantar hingga ke kawasan Banten Lama.

Sejarah Masjid Agung Banten

Pembangunan Masjid Agung Banten berlangsung selama beberapa generasi dan melibatkan perjalanan waktu yang cukup panjang. Proses pembangunannya dimulai pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin pada tahun 1552, dan dilanjutkan oleh penggantinya, yaitu Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1556.

Meskipun bangunan utama masjid sudah selesai, pembangunan Masjid Agung Banten tidak berhenti di situ. Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Muhammad sekitar tahun 1580-1586, sebuah pendopo dibangun di samping masjid sebagai tempat musala perempuan.

Selain itu, di bagian serambi masjid, baik di sebelah selatan maupun utara, dibuat pula sebuah makam yang berisi 15 kuburan. Sebagai upaya pengembangan, sebuah menara atau minaret pun dibangun pada tahun 1632. Selama periode tersebut, tiyamah atau paviliun juga ditambahkan sebagai pelengkap fasilitas Masjid Agung Banten.

Proses pembangunan yang berlangsung selama bertahun-tahun ini menunjukkan komitmen yang kuat untuk menjaga dan mengembangkan keberadaan Masjid Agung Banten. Setiap penambahan dan perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu menambah nilai sejarah dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masjid ini.

Arsitektur Masjid Agung Banten

Arsitektur unik Masjid Agung Banten membedakannya dari masjid tradisional di Indonesia pada umumnya. Pengaruh akulturasi budaya yang terjadi di daerah pesisir sangat terlihat dalam desain bangunan ini, dengan perpaduan budaya Jawa, Islam, Hindu, Budha, Tiongkok, dan Belanda yang mempengaruhinya.

Terdapat dua versi mengenai arsitek bangunan Masjid Agung Banten. Salah satu versi menyebutkan bahwa arsiteknya adalah Tjek Ban Tjut, seorang arsitek asal Tiongkok. Namun, versi lainnya menyebutkan bahwa arsiteknya adalah Raden Sepat dari Demak.

Namun, mayoritas literatur mengakui bahwa Tjek Ban Tjut adalah arsitek yang mendesain Masjid Agung Banten. Hal ini terkait dengan desain atap utama masjid yang berbentuk tumpukan lima, mirip dengan pagoda Tiongkok. Jumlah lima atap tersebut merupakan simbol dari lima waktu shalat dalam agama Islam.

Karena kontribusinya dalam merancang masjid ini, Tjek Ban Tjut diberi gelar Pangeran Adiguna oleh Sultan Kerajaan Banten pada saat itu. Namun, selain Tjek Ban Tjut, terdapat juga seorang ahli bangunan asal Belanda bernama Hendrik Lucaasz Cardeel.

Lucaasz, yang kemudian memeluk agama Islam, dianugerahi gelar Pangeran Wiraguna karena kontribusinya dalam membangun tiyamah, sebuah paviliun dua lantai di sebelah selatan masjid. Tiyamah ini digunakan sebagai tempat diskusi para tetua mengenai masalah keagamaan. Desain arsitektur tiyamah ini mengadopsi gaya Baroque Eropa atau Belanda kuno dengan menggunakan konstruksi bata Belanda.

Dengan kehadiran Tjek Ban Tjut dan Hendrik Lucaasz Cardeel, arsitektur Masjid Agung Banten menjadi perpaduan yang menakjubkan antara gaya arsitektur Timur dan Barat. Hal ini mencerminkan harmoni budaya yang ada di Banten dan menambah keunikan serta daya tarik dari masjid ini.

Interior

Bangunan utama Masjid Agung Banten menampilkan lima pintu sebagai perlambang dari lima rukun Islam. Pintu-pintu tersebut sengaja dirancang dengan ukuran yang rendah. Hal ini dilakukan untuk mendorong orang yang memasuki masjid untuk merendahkan kepala, sebagai simbol penghormatan dan sikap rendah hati.

Bagian interior masjid memiliki bentuk bujur sangkar dengan 24 tiang penyangga yang terbuat dari kayu. Tiang-tiang tersebut mendukung struktur bangunan dan memiliki umpak berbentuk seperti buah labu yang terbuat dari batu andesit.

Di bagian depan masjid terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat khotib memberikan ceramah. Mimbar ini, seperti sebagian besar material interior masjid, juga terbuat dari kayu. Sementara itu, tangga yang mengarah ke mimbar menggunakan bahan marmer.

Desain interior yang kaya dengan kayu dan batu andesit memberikan kesan tradisional dan alami. Tiang-tiang kayu yang kokoh dan umpak batu yang indah menciptakan atmosfer yang khusyuk dan menenangkan di dalam masjid. Mimbar yang terbuat dari kayu dan tangga marmer menambahkan sentuhan artistik yang elegan.

Melalui desain interior yang terperinci ini, Masjid Agung Banten menciptakan suasana yang khas dan mempesona bagi para jamaahnya. Setiap elemen arsitektur dipilih dengan cermat untuk mencerminkan nilai-nilai keagamaan, estetika yang indah, dan kenyamanan bagi pengunjung masjid.

Menara

Seperti masjid pada umumnya, Masjid Agung Banten juga dilengkapi dengan sebuah minaret atau menara. Menara ini memiliki tinggi sekitar 24 meter dan terbuat dari batu bata. Diameter pada bagian bawah menara mencapai sekitar 10 meter. Menara ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kaki, tubuh, dan kepala.

Menara masjid ini dapat diakses oleh umum dan pengunjung dapat memanjatnya. Namun, untuk mencapai puncak menara, pengunjung harus menapaki sebanyak 83 anak tangga. Selain itu, akses jalan ke puncak menara sangat sempit, seperti sebuah lorong yang hanya bisa dilalui oleh satu orang.

Payung

Salah satu daya tarik tambahan dari Masjid Agung Banten adalah keberadaan payung-payung besar, mirip dengan payung yang ada di Masjid Nabawi di Madinah. Payung-payung tersebut berfungsi sebagai tempat berteduh bagi para pengunjung. Lantai halaman masjid yang dilapisi dengan marmer juga memberikan kesan yang sejuk dan nyaman.

Keberadaan minaret dan payung-payung ini menambah keindahan dan keunikan Masjid Agung Banten. Minaret menjadi simbol visual yang mencolok dari masjid ini, sementara payung-payung besar memberikan nuansa keteduhan yang menarik. Semua elemen arsitektur ini menjadikan Masjid Agung Banten sebagai tempat ibadah yang tak hanya indah secara arsitektur, tetapi juga memberikan kenyamanan dan kesan yang memikat bagi para pengunjungnya.

Fasilitas Dan Aktivitas Masjid Agung Banten

Sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, Masjid Agung Banten menjadi tujuan utama bagi masyarakat yang ingin berkunjung, terutama menjelang bulan Ramadhan. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid ini menawarkan berbagai kegiatan bagi para pengunjungnya.

Banyak masyarakat yang datang ke masjid ini untuk berziarah ke makam para sultan dan ulama Banten. Namun, selain itu, pengunjung juga dapat menikmati keunikan arsitektur masjid ini serta melihat peninggalan sejarah dari Kesultanan Banten. Mereka juga diberikan kesempatan untuk naik ke menara dan menikmati pemandangan Kota Banten beserta pemandangan laut dan pantainya dari ketinggian.

Masjid Agung Banten tidak hanya ramai dikunjungi pada siang hari, tetapi juga pada malam hari. Hal ini karena sering diadakan pengajian atau marhaban di dalam masjid. Pengajian ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan, selain shalat wajib, shalat Idul Fitri, dan Idul Adha.

Masjid ini dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk kenyamanan pengunjung. Selain fasilitas umum seperti tempat wudhu dan penitipan alas kaki, terdapat juga perpustakaan, taman, tempat parkir, kamar mandi atau toilet, dan toko. Tersedia juga fasilitas pengurusan jenazah dan ruang belajar (TPA) bagi masyarakat.

Dengan fasilitas yang lengkap tersebut, Masjid Agung Banten memberikan kenyamanan bagi pengunjung yang datang. Selain dapat melaksanakan ibadah, mereka juga dapat menikmati berbagai kegiatan dan fasilitas yang disediakan. Masjid ini menjadi tempat yang tidak hanya memperkaya nilai sejarah, tetapi juga memperkuat nilai-nilai keagamaan dan budaya masyarakat Banten.

Makam Di Masjid Agung Banten

Di sebelah kiri dan kanan Masjid Agung Banten, terhampar serambi yang di dalamnya terdapat makam-makam para sultan kerajaan Banten dan ulama Banten yang terkenal. Keberadaan makam-makam ini menambah nilai sejarah dan keagungan masjid ini. Tidaklah mengherankan bahwa menjelang bulan Ramadhan, setelah puasa, dan bulan Maulid Nabi, masjid ini selalu dipadati oleh peziarah dari Provinsi Banten dan seluruh penjuru Indonesia.

Pada serambi sebelah kiri atau bagian utara masjid, terdapat makam-makam yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi sosok-sosok penting seperti Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nahr Abdul Qohhar. Sedangkan di sebelah kanan masjid, terhampar makam-makam sultan-sultan lainnya seperti Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainal, Sultan Zainul Abidin, dan tokoh-tokoh lainnya yang berjasa bagi Banten.

Yang menarik adalah adat dan kebiasaan pemakaman para sultan Banten pada masa itu. Menurut tradisi dan kebiasaan kerajaan Banten, para sultan Banten dimakamkan berdampingan dengan ulama atau guru mengaji yang pernah menjadi pendamping mereka. Tujuan dari kebiasaan ini adalah untuk memberikan teladan dan contoh yang baik bagi rakyat serta menghormati peran penting para ulama dalam menyebarkan agama dan ilmu pengetahuan.

Keberadaan makam-makam ini tidak hanya menjadi saksi bisu dari masa kejayaan Kesultanan Banten, tetapi juga sebagai pusat spiritual dan tempat ziarah yang dihormati oleh masyarakat. Para peziarah yang datang ke Masjid Agung Banten tidak hanya menghormati para sultan yang bersemayam di makam tersebut, tetapi juga mencari berkah dan mendapatkan inspirasi dari perjalanan hidup mereka yang penuh dengan keteladanan dan kebijaksanaan.

Masjid Agung Banten dengan serambi dan makam-makamnya merupakan warisan berharga yang memperkaya sejarah dan kebudayaan Indonesia. Tempat ini menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang peradaban Banten dan merupakan destinasi spiritual yang mengundang kekaguman para pengunjungnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *